Dunia remaja adalah dunia penuh dinamika dan corak kehidupan. Unik,
menarik, dan ramai. Remaja cenderung mudah tergoda untuk mencoba
hal-hal baru. Darah mudanya senantiasa bergejolak untuk mencicipi
manisnya “madu”
dan pahitnya “racun” dunia. Tidak sedikit para remaja terpedaya dan
terhempas dalam dunia barunya, yang akhirnya masa depannya hancur.
Berbekal
pengalaman bergaul di dunia remaja dan secara intens mengamati
persoalan remaja serta berbekal sedikit pengetahuan syari’at Islam dalam
masalah ini, maka apa yang penulis kupas dalam tulisan yang sederhana
ini terlihat lebih bertenaga dan menawarkan gagasan ideologis untuk
menyelamatkan generasi harapan agama dan bangsa.
Sengaja
penulis sajikan dengan gaya bahasa yang akrab di lidah remaja, bukan
maksud penulis hendak menggurui para remaja, tetapi penulis hanya
mengajak para remaja yang membaca tulisan ini untuk bersama-sama
merenung.
Kemudian,
menjadi harapan penulis kepada semua orang tua untuk lebih aktif lagi
dalam mengkontrol pergaulan putra putri anda, demi tidak terjadinya
hal-hal yang tidak kita inginkan bersama.
Salah satu permasalahan yang harus diperhatikan oleh para orang tua dan para remaja adalah bahaya Valentine’s Day. Agar dapat dimengerti dan dipahami, ayo kita telusuri sejarah Valentine’s Day dan bagaimana cara kita menyikapinya.
Sejarah Valentine’s Day
Singkat cerita… !!!
Singkat cerita… !!!
Crass…
kepala St. Valentine dipancung oleh penguasa Roma saat itu. Inilah
kisah tragis tentang seorang Bishop di Terni, suatu tempat kira-kira 60
mil dari Roma. Kenapa ia dipancung?? Konon kabarnya gara-gara ia
memasukkan sebuah keluarga Romawi ke dalam agama Kristen. Itu terjadi
sekitar tahun 273 Masehi. Dalam perkembangannya, peristiwa tersebut lalu dikaitkan dengan gebyar Valentine’s Day.
Ajaibnya, hajatan Valentine’s Day yang digarap anak-anak muda kontemporer rada-rada nggak nyambung dengan latar belakang sejarahnya. Alih-alih memperingati jasa-jasa sang rahib, eee malah diisi dengan kegiatan curhat dan kasih sayang, benar-benar tulalit tuh orang…
Tapi apa mau dikata, kegiatan rutin tahunan Valentine’s Day
sudah kepalang dinobatkan sebagai hari kasih sayang di seluruh dunia.
Termasuk kita jadi latah ikut heboh setiap tanggal 14 Februari. Padahal Valentine’s Day
punya latar belakang peristiwa yang bukan berasal dari Islam. So,
bahkan dalam keterangan versi lain disebutkan bahwa pada awalnya
orang-orang Romawi merayakan hari besar mereka yang jatuh pada tanggal
15 Februari yang diberi nama Lupercalia.
Lupercalia adalah suatu peringatan sebagai penghormatan kepada Juno (Tuhan
wanita dan perkawinan) dan Pan (Tuhan dari alam ini) seperti apa yang
mereka percayai. Acaranya adalah laki-laki dan perempuan berkumpul, lalu
memilih pasangan lewat kado yang telah dikumpulkan dan telah diberi
tanda sebelumnya (tukar kado). Selanjutnya hura-hura sampai pagi… Tahu
sendiri donk apa yang terjadi?? [Lihat O. Sholihin, Jangan Jadi Bebek, hal. 4]
Seiring
dengan berjalannya waktu, pihak gereja – yang pada waktu itu agama
Kristen mulai menyebar di Romawi – memindahkan upacara penghormatan
terhadap berhala itu menjadi tanggal 14 Februari. Kemudian, dibelokkan
tujuannya bukan lagi menghormati berhala, tetapi menghormati seorang
pendeta Kristen yang tewas dihukum mati. Nama acaranya pun bukan lagi
Lupercalia, tetapi Saint Valentine.
Weleh weleh weleh.. kamu yang ikut-ikutan dalam hajatan Valentine’s Day itu ternyata merayakan peringatan yang bukan berasal dari Islam. Nggak tahu, apa nggak mau tahu?? Ayo renungkanlah !!
Jauh dari Syari’at Islam
Melihat akar sejarahnya, kita nggak bisa membantah kalau acara Valentine’s Day itu nggak ada sangkut pautnya dengan ajaran Islam. Malah, ibarat diamnya gunung berapi, acara ini mempunyai potensi besar lho untuk menyeret remaja kayak kita-kita ke dalam pergaulan yang negatif.
Melihat akar sejarahnya, kita nggak bisa membantah kalau acara Valentine’s Day itu nggak ada sangkut pautnya dengan ajaran Islam. Malah, ibarat diamnya gunung berapi, acara ini mempunyai potensi besar lho untuk menyeret remaja kayak kita-kita ke dalam pergaulan yang negatif.
Yang sudah nyata, adalah tanpa sadar kita jadi latah ikutan acara ini. Padahal budaya ini nggak mirip-mirip amat dengan way of life-nya Islam.
Terlebih lagi Alquran sangat cerewet menyikapi permasalahan ini. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman, ” Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati
semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya.” [QS. Al_Israa (17): 36]
Budaya Valentine’s Day itu berasal dari way of life-nya aqidah lain, yaitu budaya orang Barat yang beraqidah sekuler. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman, “…dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka
setelah datang ilmu kepadamu (keterangan-keterangan), sesungguhnya kamu
kalau demikian termasuk golongan orang-orang dzalim.” [QS. Al_Baqarah
(2): 145]
Maka, disinilah wajib bagi kita gaul juga ama hukum-hukum
Islam. Termasuk dalam hal ini adalah etika akan melakukan suatu
perbuatan. Ada keharusan untuk tahu hukumnya dulu sebelum melakukan.
Sebagaimana suatu kaidah syar’iyah yang berbunyi, ” Asal (pokok/dasar)
perbuatan adalah terkait (terikat) dengan hukum-hukum Islam.” Termasuk
dalam berkasih sayang versi Valentine’s Day ini wajib mengetahui hukumnya. Biar kita nggak jeblok alias nggak nyesal seumur hidup kita.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam orang
yang paling mulia dan harus kita teladani dengan tegas memperingatkan
kita agar jangan mengikuti pola hidup (budaya) kaum/bangsa lain.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam
bersabda, ” Tidak akan terjadi kiamat sebelum umatku menerima
(mengikuti) apa-apa yang dilakukan oleh bangsa-bangsa terdahulu,
selangkah demi selangkah, sehasta demi sehasta.” Di antara sahabat ada
yang bertanya, ” Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud (di sini) seperti
bangsa Persia dan Romawi? ” Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menjawab, “Siapa lagi (kalu bukan mereka).” [HR. Bukhari]
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam
juga melarang kita untuk tasyabbuh (menyerupai) ajaran suatu kaum.
Berdasarkan suatu hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu
’anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ’alaihi wa bersabda, Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” [HR. Abu Daud]
Nah,
termasuk yang menjadi bahasan hadits di atas adalah ikut merayakan hari
raya orang-orang di luar Islam, di antaranya adalah Valentine’s Day.
Lebih jelas lagi adalah apa yang disebutkan dalam surat Al_Furqan ayat ke-72 tatkala Allah subhanahu wa ta’ala
menyebutkan ciri-ciri orang yang beriman, yang salah satu di antaranya
adalah mereka yang tidak menyaksikan kepalsuan. Firman_Nya, ” Dan orang
yang tidak memberikan persaksian palsu (az_Zura), dan apabila mereka
bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang
tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”
[QS. Al_Furqan (25): 72]
Menurut
para ahli tafsir Alquran, seperti Ibnu Abbas bahwa lafazh “az_Zuwra”
itu artinya adalah “’ayyadul musyrikin (hari raya orang-orang musyrik).”
Masih menurut mereka bahwa haram hukumnya bagi kaum muslimin untuk hadir apalagi ikut merayakan hari raya di luar Islam.
Dan
berbicara soal hari raya, bukankah Islam sudah memberikan alternatif
hari raya yang lebih baik, yaitu Hari Raya ’Idul Fitri dan ’Idul Adha.
Mengambil Sikap
So, apa jawaban anda ketika ditanya kenapa ikut dalam pesta Valentine’s Day ?? jawabannya, karena acara itu adalah perayaan kasih sayang. Bisa jadi sebagian besar akan menjawab demikian, tetapi kita kudu tahu bahwa kasih sayang versi bangsa yang melahirkan acara ini tidak lebih dari mengumbar hawa nafsu. Buat orang-orang sekuler dan liberal seperti di Barat sana, biasa mengucapkan kata-kata cinta dan kasih sayang dengan ucapan ” make love.” Nah, tentu saja itu artinya ” bermain cinta ” yang ujung-ujungnya adalah z-i-n-a. Iiih syerem…!!!
So, apa jawaban anda ketika ditanya kenapa ikut dalam pesta Valentine’s Day ?? jawabannya, karena acara itu adalah perayaan kasih sayang. Bisa jadi sebagian besar akan menjawab demikian, tetapi kita kudu tahu bahwa kasih sayang versi bangsa yang melahirkan acara ini tidak lebih dari mengumbar hawa nafsu. Buat orang-orang sekuler dan liberal seperti di Barat sana, biasa mengucapkan kata-kata cinta dan kasih sayang dengan ucapan ” make love.” Nah, tentu saja itu artinya ” bermain cinta ” yang ujung-ujungnya adalah z-i-n-a. Iiih syerem…!!!
Cukuplah kita melihat apa yang ditayangkan di film-film televisi bahwa cinta dan pacaran itu sudah dekat dengan pergaulan bebas bak coklat nempel di gigi. Ada pegangan tangan, pelukan, ciuman dan na’udzubillah sampai hubungan badan. Istilah lainnya, gaul ala KNPI (kissing, Necking, Petting, and Intercourse. Terjemahnya cari aja sendiri di kamus). Yang jelas, kita semua nggak bakal ngelakuin kayak begitu kan ???
And, kita juga kudu sadar bahwa banyak teman-teman kita – termasuk di seluruh dunia – yang ikut merayankan Valentine’s Day
bukan berarti acara tersebut sah dan legal. Soalnya, sah atau legalnya
suatu acara tersebut bukan tergantung dari banyaknya orang yang
melakukan perbuatan itu. Nggak juga bergantung pada selera kita
sebagai manusia yang memandang persoalan hanya dari ukuran perasaan dan
pikiran kita semata. Tetapi seluruhnya harus disandarkan kepada Alquran
dan As_Sunnah.
Sebagai seorang remaja muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tentu saja kita nggak layak mengikuti budaya yang tidak jelas juntrungnya. Terlebih lagi Valentine’s Day ini adalah produk peradaban Barat yang sekuler, yang memisahkan antara agama dan kehidupan.
Valentine’s Day
adalah hanya sebuah sarana dari sekian banyak sarana peradaban Barat
yang bernotaben terbilang maju dan ” hobi ” menghancurkan Islam. Bisa
jadi Valentine’s Day adalah alat penjajahan Barat dalam menghancurkan Islam dalam sisi budaya dan gaya hidup.
Akhir
dari tulisan ini, ada baiknya dan tidak salah kalau kita merenung
pernyataan sosialog muslim yang terkenal, yaitu Ibnu Khaldun. Ia
berkata, “Yang kalah cenderung mengekor yang menang dari segi pakaian,
kendaraan, dan bentuk senjata yang dipakai. Malah meniru dalam setiap
cara hidup mereka, termasuk dalam masalah ini adalah mengikuti adat
istiadat mereka dalam bidang seni, seperti seni lukis dan seni pahat
(patung berhala), baik di dinding-dinding, pabrik-pabrik, maupun di
rumah-rumah.”
Demikianlah,
semoga tulisan yang sangat sederhana ini bermanfaat dan menjadikan kita
lebih aktif dan intensif lagi dalam memfilter (menyaring) budaya Barat
yang masuk, demi kebersihan ajaran Islam dan aqidah islamiyah kita.
Aamiin.. !!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar