Pernahkah kita
berpikir mengapa begitu banyak perempuan dan wanita muslim yang
mengenakan ‘jilbab’, namun berpakaian sangat ‘provokatif,’ misalnya
menampakkan lekuk-lekuk kemolekan tubuhnya? Fungsi jilbab yang
semestinya diarahkan untuk menutupi aurat, seperti dada dan pinggul,
justru malah diabaikan.
Sejatinya,
penutup kepala seperti itu bukanlah jilbab dalam perspektif hijab yang
disyariatkan Islam. Orang-orang lebih menyebutnya dengan “kerudung
gaul”. Atau diistilahkan Milasari Astuti –dalam artikelnya di sebuah
situs Islam— dengan istilah “jilbab cekek”, karena memang benar-benar
hanya sebatas nyekek leher. Maksudnya, seorang perempuan
muslim mengenakan kerudung yang menutupi kepala dan rambutnya, namun
berpakaian tipis, transparan, atau ketat sehingga menampakkan lekuk
tubuhnya. Semisal, kepala dibalut kerudung atau jilbab, namun berbaju
atau kaos ketat, bercelana jean atau legging yang full pressed body, dan lain sebagainya.
Fenomena
kerudung gaul atau jilbab cekek adalah fenomena yang sangat
membingungkan bagi setiap muslim atau muslimah yang memahami ajaran
Islam dengan benar. Ini mengingat, seorang perempuan atau wanita muslim
yang mengenakan kerudung gaul, dalam benaknya dia ingin menutup aurat,
namun juga ingin tampil pamer modis dan cantik.
Beberapa gelintir perempuan berkomentar, “Lho,
masih mending memakai kerudung atau jilbab gaul, daripada tidak sama
sekali?!” Yang lainnya menyatakan, “Ini kan masih belajar untuk menutup
aurat.” Ya, kerudung gaul selalu dianggap lebih baik daripada tidak
menutup aurat sama sekali. Atau juga dianggap sebagai sebuah proses
belajar menutup aurat. Pernyataan-pernyataan tersebut sekilas tampak
benar, namun sejatinya sungguh keliru. Karena seorang muslim diharuskan
untuk menjalani setiap perintah syariat secara total atau kaffah.
Alih-alih
menggunakan kerudung gaul untuk proses belajar menutup aurat, namun
setelah itu terkadang lupa akan aturan syariat yang sebenarnya.
Walaupun kemudian mereka sadar akan aturan yang sesungguhnya, namun
kemudian sulit untuk berubah. Alih-alih dipandang sebagai sebuah
kebaikan daripada tidak menutup aurat sama sekali, mereka justru
beriman setengah-setengah.
….kerudung gaul tak ubahnya melecehkan syariat Islam dan sebagai bentuk penyaluran selera pribadinya semata. Mereka mengenakan simbol islami, tapi juga nggak mau meninggalkan mode yang sedang booming ….
Bagi
para muslimah yang memahami benar ketentuan jilbab sesuai perintah
teks Al-Qur‘an dan hadits, mengenakan kerudung gaul tak ubahnya
melecehkan syariat Islam dan sebagai bentuk penyaluran selera
pribadinya semata. “Maksudnya pengen mengenakan simbol islami, tapi juga nggak mau meninggalkan mode yang sedang booming saat ini. Akibatnya, dalam masalah kerudung aja
mesti ada aturan main yang dibuatnya sendiri,” tulis salah seorang
akhwat dengan id facebook Hilya Jae-hee, ketika mengomentari topik
kerudung gaul.
Begitulah, bisa
jadi, para wanita muslim berkerudung gaul berniat hendak menutup aurat,
namun memiliki paradigma bahwa perempuan harus ‘mensyukuri’ keindahan
tubuh yang telah Allah anugerahi, lalu memamerkannya kepada orang lain.
Paradigma ‘bersyukur’ ini semakin meluas di negara-negara yang dikenal
ketat menjaga tradisi keagamaan seperti di Timur-Tengah (Timteng).
Lihat saja, kini sudah banyak majalah di negara-negara Timteng yang
sampulnya memamerkan pose perempuan yang memperlihatkan perut dan
bagian-bagian tubuh lainnya. Di luar negara-negara Timteng lainnya,
sudah lebih parah dan berani lagi.
Bahkan
lucunya, kini semacam ada pandangan yang menyatakan bahwa perempuan
yang memilih untuk berjilbab panjang dan mengenakan gamis rapih, maka
mereka akan kehilangan respek dari kaum lelaki. Padahal, ditilik dari
sudut pandang Islam, perempuan dewasa yang tidak menutup aurat, justru
merekalah yang akan kehilangan respek dari setiap muslim dan muslimah,
dan kehilangan respek dari Allah tentunya.
Maraknya
fenomena penggunaan kerudung gaul atau jilbab nyekek oleh para remaja
putri dan wanita muslim, boleh jadi disebabkan pengetahuan mereka yang
minim mengenai hijab (jilbab). Sehingga mereka hanya ikut-ikutan saja,
sebab pemahaman keislamannya belum mumpuni. Atau mereka termakan
berbagai propaganda musuh-musuh Islam yang ingin menggiring kaum
muslimah keluar rumah dalam keadaan ‘telanjang’. Propaganda-propaganda
yang menyimpulkan bahwa jilbab adalah pakaian adat wanita Arab saja,
sampai kepada pelecehan dengan istilah pakaian tradisional. Hingga
banyak dari kalangan kaum muslimah termakan olehnya dan meninggalkan
jilbab yang syar’i.
Padahal, jilbab yang dikehendaki syariat bermakna milhâfah, berarti baju kurung atau semacam abaya yang longgar dan tidak tipis, atau kain (kisaa‘) apa saja yang dapat menutupi, atau pakaian (tsaub) yang dapat menutupi seluruh bagian tubuh. Di dalam kamus Al-Muhith dinyatakan bahwa ilbab itu laksana sirdab (terowongan) atau sinmar
(lorong), yakni baju atau pakaian yang longgar bagi wanita selain baju
kurung atau kain apa saja yang dapat menutupi pakaian kesehariannya
seperti halnya baju kurung.
….jilbab yang dikehendaki syariat bermakna milhâfah, berarti baju kurung atau semacam abaya yang longgar dan tidak tipis yang dapat menutupi seluruh bagian tubuh….
Dalam kamus Ash-Shahhah, Al-Jauhari menyatakan, “Jilbab adalah kain panjang dan longgar (milhafah) yang sering disebut mula’ah (baju kurung). Makna jilbab seperti inilah yang diinginkan Allah ketika berfirman, “Hai
Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab: 59)
Para
ulama pakar tafsir pun sepakat, jilbab syar’i bermakna sejenis baju
kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada. Hal ini
membuat seorang muslimah tampak elegan, santun, bermartabat, dan
tentunya berkepribadian islami.
Jika
seorang wanita muslimah memakai hijab (jilbab), secara tidak langsung
dia berkata kepada semua kaum laki-laki, “Tundukkanlah pandanganmu, aku
bukan milikmu serta kamu juga bukan milikku, tetapi aku hanya milik
orang yang dihalalkan Allah bagiku. Aku orang yang merdeka dan tidak
terikat dengan siapa pun, dan aku tidak tertarik kepada siapa pun,
karena aku jauh lebih tinggi dan terhormat dibanding mereka yang
sengaja mengumbar auratnya supaya dinikmati oleh banyak orang.”
Sementara seorang wanita muslim yang mengenakan kerudung gaul atau jilbab nyekek, ber-tabarruj
atau pamer aurat dan menampakkan keindahan tubuh di depan kaum
laki-laki lain, akan mengundang perhatian laki-laki hidung belang dan
serigala berbulu domba. Secara tidak langsung dia berkata, “Silahkan
kalian menikmati keindahan tubuhku dan kecantikan wajahku. Adakah orang
yang mau mendekatiku? Adakah orang yang mau memandangiku? Adakah orang
yang mau memberi senyuman kepadaku? Atau manakah orang yang berseloroh
“Aduhai betapa cantiknya?”
….Wanita yang mengenakan kerudung gaul itu pamer aurat dan keindahan tubuh di depan kaum laki-laki lain. Mereka mengundang perhatian laki-laki hidung belang dan serigala berbulu domba….
Setiap
laki-laki pun sontak berebut menikmati keindahan tubuhnya dan
kecantikan wajahnya. Mata mereka akan menelanjanginya dari atas hingga
mata kaki. Sehingga membuat laki-laki terfitnah, maka jadilah dia
sasaran empuk laki-laki penggoda dan suka mempermainkan wanita.
Inilah
mengapa para pengguna kerudung gaul diibaratkan berpakaian namun
telanjang. Hal ini sebagaimana disinyalir Rasulullah dalam sabda
beliau, “Dua golongan dari ahli neraka yang tidak pernah aku lihat:
seorang yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang dia memukul
orang-orang, dan perempuan yang berpakaian tetapi telanjang,
berlenggok-lenggok, kepalanya bagaikan punuk onta yang bergoyang. Mereka
tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan baunya, sekalipun ia
bisa didapatkan sejak perjalanan sekian dan sekian. (HR. Muslim)
Ketika
ditanya mengenai sabda Nabi: “Berpakaian tapi telanjang”, Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjawab, “Yakni wanita-wanita
tersebut memakai pakaian, akan tetapi pakaian mereka tidak tertutup
rapat (menutup seluruh tubuhnya atau auratnya).”
Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan, “Makna kasiyatun ‘ariyatun
(berpakaian namun telanjang) adalah para wanita yang memakai pakaian
yang tipis yang menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum
menutupi (anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka
memang berpakaian, namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Lihat: Jilbab Al-Mar‘ah Muslimah, 125-126).
….Rasulullah bersabda bahwa wanita berpakaian tapi telanjang (kasiyatun ‘ariyatun) itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan baunya….
Al-Munawi,
dalam Faidh Al-Qadir, mengatakan mengenai makna ‘berpakaian namun
telanjang’, “Senyatanya memang wanita tersebut berpakaian, namun
sebenarnya dia telanjang. Karena wanita tersebut mengenakan pakaian
yang tipis sehingga dapat menampakkan kulitnya. Makna lainnya adalah
dia menampakkan perhiasannya, namun tidak mau mengenakan pakaian takwa.
Makna lainnya adalah dia mendapatkan nikmat, namun enggan untuk
bersyukur pada Allah. Makna lainnya lagi adalah dia berpakaian, namun
kosong dari amalan kebaikan. Makna lainnya lagi adalah dia menutup
sebagian badannya, namun dia membuka sebagian anggota tubuhnya (yang
wajib ditutupi) untuk menampakkan keindahan dirinya.”
Hal senada juga dikatakan oleh Ibnul Jauzi yang berpendapat bahwa makna kasiyatun ‘ariyatun ada tiga makna. Pertama,
wanita yang memakai pakaian tipis, sehingga nampak bagian dalam
tubuhnya. Wanita seperti ini memang memakai jilbab, namun sebenarnya dia
telanjang. Kedua, wanita yang membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutup). Wanita ini sebenarnya telanjang. Ketiga wanita yang mendapatkan nikmat Allah, namun kosong dari syukur kepada-Nya.
Kesimpulannya,
wanita berpakaian telanjang adalah wanita yang memakai pakaian tipis,
sehingga nampak bagian dalam tubuhnya, atau memakai pakaian ketat,
sehingga terlihat lekuk tubuhnya, dan wanita yang membuka sebagian
aurat yang wajib dia tutup.
PAKAIAN ISLAMI BAGI WANITA (TIGA SYARAT HIJAB)
Ada
beberapa syarat yang harus dipahami remaja putri dan wanita muslim
ketika hendak mengenakan hijab atau jilbab syar’i, sebagaimana dilansir
situs Islam www.alsofwah.or.id.
PERTAMA,
hendaknya menutup seluruh tubuh dan tidak menampakkan anggota tubuh
sedikit pun, selain yang dikecualikan karena Allah berfirman, “Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka dan janganlah
menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang biasa nampak.” (An-Nur: 31)
KEDUA,
hendaknya hijab tidak menarik perhatian pandangan laki-laki bukan
mahram. Agar hijab tidak memancing pandangan kaum laki-laki, maka harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Hendaknya hijab terbuat dari kain yang tebal, tidak menampakkan warna kulit tubuh (transfaran).
2. Hendaknya hijab tersebut longgar dan tidak menampakkan bentuk anggota tubuh.
3. Hendaknya hijab tersebut tidak berwarna-warni dan tidak bermotif.
Hijab bukan merupakan pakaian kebanggaan dan kesombongan, karena Rasulullah bersabda, “Barangsiapa
yang mengenakan pakaian kesombongan (kebanggaan) di dunia maka Allah
akan mengenakan pakaian kehinaan nanti pada Hari Kiamat kemudian dibakar
dengan Neraka.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dan hadits ini hasan).
Hendaknya
hijab tersebut tidak diberi parfum atau wewangian berdasarkan hadits
dari Abu Musa Al-Asy’ari, dia berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Siapa
pun wanita yang mengenakan wewangian, lalu melewati segolongan orang
agar mereka mencium baunya, maka dia adalah wanita pezina.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa‘i dan At-Tirmidzi, dan hadits ini Hasan).
….Hendaknya pakaian atau hijab yang dikenakan tidak menyerupai pakaian laki-laki atau pakaian kaum wanita kafir….
KETIGA,
hendaknya pakaian atau hijab yang dikenakan tidak menyerupai pakaian
laki-laki atau pakaian kaum wanita kafir, karena Rasulullah bersabda,
sebagaimana diriwayatkan Abu Dawud dan Ahmad, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari mereka.”
Rasulullah
juga mengutuk seorang laki-laki yang mengenakan pakaian wanita dan
mengutuk seorang wanita yang mengenakan pakaian laki-laki.
Wallahu ‘Alam.
[ganna pryadha/voa-islam.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar