8 Jun 2012

goal..??!


“If you don’t know where you are going. How can you expect to get there?”
Berjalan-jalan (baca: surfing) di internet, eh menemukan artikel yang menarik. Sepertinya ini sudah
kesekian kalinya
 pernah dibaca. 3-5 kali mungkin. Layaknya tulisan-tulisan lain, ia hanya numpang lewat :). Kadang kala  bertahan cuma 5 menit tapi pernah juga sampai beberapa hari. Tapi kali ini harus lebih baik. Ia harus tetap tinggal selamanya!. Makanya kali ini saya siapkan jamuan terbaik untuknya. Sebuah tulisan. Then, have a nice read.
From the book What they don’t teach you at Harvard Business School by Mark McCormack:
In the book What They Don’t Teach You in the Harvard Business School, Mark McCormack tells a study conducted on students in the 1979 Harvard MBA program. In that year, the students were asked, “Have you set clear, written goals for your future and made plans to accomplish them?” Only three percent of the graduates had written goals and plans; 13 percent had goals, but they were not in writing; and a whopping 84 percent had no specific goals at all.
Ten years later, the members of the class were interviewed again, and the findings, while somewhat predictable, were nonetheless astonishing. The 13 percent of the class who had goals were earning, on average, twice as much as the 84 percent who had no goals at all. And what about the three percent who had clear, written goals? They were earning, on average, ten times as much as the other 97 percent put together.
Butuh terjemahan?, nah I don’t think so, it’s easy right? (sebenarnya malas buat menerjemahkan ;) ). Inti yang ingin dibicarakan terletak pada poin terakhir. 3% lulusan dari Harvard yang telah memiliki rencana hidup yang jelas, spesifik dan tertulis memiliki penghasilan yang besar rata-ratanya 10 kali lipat dibandingkan gabungan 97% lulusan lainnya. Wooow. Sebegitu pentingkah mempunyai “goals”. Jujur, saya tidak setuju dengan statement: “penghasilan adalah parameter kesuksesan”. Tidak sama sekali. Otherwise, 
mencoba
 membenci pola hidup materialis seperti itu. Oke, ini memang masalah perspektif dalam memandang hidup. Saya yakin semua akan setuju pada pernyataan kesuksesan hidup adalah dalam kebahagiaan. Permasalahannya, hampir setiap orang berbeda dalam memandang arti dari kebahagiaan. Then, what’s my view on that?. Hmm simpel, saya memilih untuk meyakini kebahagiaan hanya (dan hanya jika) terjadi dalam ibadah kepada Allah.  Idealnya, begitulah seharusnya seorang muslim berkeyakinan. Akan tetapi sayang, menjadi ideal identik dengan usaha keras. Bukan hanya ditunjukkan dengan tulisan ataupun lisan. It need an action. Eiits, tidak terasa tulisannya terus melantur tanpa arah. Padahal sebelumnya cuma ingin menjelaskan satu hal simpel : menetapkan goals bukan hanya berdampak untuk masalah earning atau penghasilan di masa depan, tapi berlaku untuk semua hal. Hahaha. Back to the topic, mari refresh dengan alinea baru. Plus a picture
Yup, rencana hidup atau goals yang spesifik, terukur dan jelas itu perlu dan penting. Tertulis tentunya. Pernah saya mendengar dari seorang teman, “Menjalani hidup itu seperti daun yang mengalir di sungai, mengikuti arus”; “Rencana tuh hanya akan memberatkan diri, sehingga tertakan”; “Saya sudah mempunyai tujuan hidup yang ditulis dikepala. Tidak perlu untuk menuliskannya”. Let us read the article once more. Setelah membaca hasil penelitian di atas, masih setujukah temans dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya?. Tentu yang bisa berbahasa Inggris dan dapat membacanya akan berkata “Tidak!!”. “Lha, lalu bagaimana cara menentukan goals?”. Nah itu dia permasalahan utamanya. Kita kadang tidak merasa butuh akan goals atau malah kadang bingung untuk menentukan. Hampir semua orang mempunyai goals yang “umum” atau tidak spesifik. Menjadi orang yang bermanfaat, menjadi orang kaya, menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Goals tersebut dapat dikatakan tidak ada efek, tidak ada arah. Bagaimana mungkin seorang pelari bisa menjadi juara jika dia sendiri tidak tahu dimana sebenarnya garis finish berada. Makanya temans, make your own goals. Tentunya goals yang jelas,spesifik dan mempunyai batas waktu serta melibatkan kemanfaatan ke orang lain.  Sebagai contoh: Si "Akang" mempunyai goal sebagai pemilik usaha yang mempunyai 10 cabang di Indonesia dan mempekerjakan lebih dari 150 orang pada tahun 2020. Jelas, spesifik, melibatkan kemanfaatan ke orang lain serta ada batas waktu, bukan?.
Takut terlalu tinggi?, takut gagal? , takut terbebani?. Hemm, belajarlah untuk memandang positif segala hal, karena ‘diri kita’ adalah apa yang kita pikirkan. Jika kita merasa akan gagal, maka sebenarnya sebelum memulai pun kita telah gagal. Semua orang pasti akan pernah merasakan gagal, tapi terkadang merasakan gagal itu menjadi penting untuk mendapat ‘berhasil’. Bukankah dibalik kesulitan selalu ada kemudahan, setuju temans!. Jangan lupa untuk selalu menikmati proses, enjoy it. Merasa terbebani dengan goals hanya membuat tertekan, maka nikmatilah. Jangan terlalu strick pada goals yang sudah ditulis, karena takdir itu unpredictable. Berusahalah dan terus berusaha dan berhenti saat memang dibutuhkan. Oke temans, mudahan bermanfaat. Cheers!

Tidak ada komentar:

 
Sumber : http://riskimaulana.blogspot.com/2011/12/tips-cara-supaya-artikel-blog-tidak.html#ixzz2E8tlcOjK