Hidup adalah pilihan. Kalimat singkat ini
sering sekali kita dengar dalam hidup kita. Benarkah demikian? Benarkah
hidup itu sebuah pilihan?
Sebelum Allah menciptakan kita, takdir
kita telah tertulis lengkap di gudang data bernama Lauhul Mahfudz. Baik
dan buruknya, bahkan sampai kaki kita yang keseleo sekalipun. Sudah
tertulis disana. Karena itu sebagian kita akan ngotot mengatakan bahwa
kita hidup hanya menjalani ketetapan-Nya. Tiada pilihan!
Tapi tentu saja pada waktu yang sama
nalar kita akan reflek mempertanyakan yang mana ketetapan kita? Takdir
kita? Apa ketetapan kita selanjutnya?
Disinilah Allah menganugerahkan kita
kemampuan untuk berkehendak sehingga kita bisa berencana. Kemampuan
untuk merancang apa yang akan kita perbuat selanjutnya dalam hidup kita
adalah anugerah paling indah yang dimiliki manusia. Karena kita tidak
diberitahu dan tak punya celah untuk mengintip apa ketetapan kita
berikutnya. Jadi tak bisa lain kita harus membuat pilihan agar hidup
kita terus berjalan. Jadi ketika kita bilang “hidup adalah pilihan”,
akal kita tidak butuh terlalu lama untuk menyetujuinnya
Jadi bagaimana dengan hidup sebagai
ketetapan-Nya. Ini sudah menjadi hukum dasar bagi kita orang beriman.
Beriman berarti percaya bahwa hidup kita telah ditakdirkan. Semuanya!
Baik dan buruknya. Kata-kata “kita hidup hanya menjalani ketetapan-Nya”
adalah kalimat yang sangat elegan yang menggambarkan kemahakuasaan-Nya.
Tapi ungkapan “hidup adalah pilihan” juga bisa kita terima kalau kita
mengacu pada firman-firman-Nya. Lihat Surat13: 11:
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
Membaca ayat ini seakan kita ditegur oleh
Allah untuk memaksimalkan potensi berupa ‘kehendak’ yang sudah
dihadiahkan-Nya untuk kita manfaatkan. Ada banyak ayat lain yang
menegaskan bahwa kita diberi pilihan untuk berbuat ‘semau’ kita dalam
hidup ini. Dan tentu saja kemudian BERTANGGUNG JAWAB dengan semua
pilihan kita. Alasan ini juga yang membuat adanya surga dan neraka dapat
diterima sebagai konsekwensi dari setiap pilihan yang sudah kita ambil.
Karena kalau kita ditakdirkan jahat kemudian Allah tidak memberi kita
kelebihan berupa ‘kehendak’ tadi kita akan dengan mudah menyebut Allah
sebagai tidak adil atau ‘kejam’. Sebuah kekejian diatas kekejian.
Walaupun tentu saja itu penilaian dari sisi kemanusiaan.
Dan nyatanya kita benar-benar diberi
pilihan. Dan pendapat sebagian ulama bahwa takdir itu ada dua macam;
yakni takdir yang tidak bisa dirubah dan takdir yang digantungkan pada
usaha manusia tentu saja menjadi keniscayaan bahwa kita memang bisa
menjadi apapun dan bagaimanapun yang kita mau!
Jadi yang mana yang harus kita pegang dan
kita jadikan pedoman? Tentu saja kita tidak bisa meragukan
kemahakuasaan-Nya, sampai atas sesuatu yang sangat remehpun, dan
kemudian seperti diuraikan diatas kita dianjurkan untuk berencana,
berbuat yang terbaik untuk kebaikan diri kita.
Jadi buatlah perencanaan sematang
mungkin, sesempurna mungkin, kemudian berdoalah untuk hasil akhirnya.
Hanya Dia yang memegang keputusan atas semua hasil akhir. Jangan pernah
terpengaruh dengan keyakinan yang mengecilkan hati bahwa kita memang
ditakdirkan tidak baik, tidak mampu dan lainnya. Bahkan banyak
orang-orang yang secara nalar tidak mungkin mendapat bagian dalam
percaturan hidup ini bisa merombak anggapan ‘secara nalar’ tadi hanya
karena mereka bukan orang yang percaya pada takdir tapi lebih percaya
pada potensi yang dimilikinya. Bahwa mereka bisa berbuat lebih dalam
hidup ini.
Mengapa tidak demikian? Bahkan Allah saja sampai BERFIRMAN: “Sesungguhnya Allah tidak akan merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Bahkan dalam sebuah hadits Nabi bersabda: “Tidak ada yang mampu menolak takdir kecuali doa” (HR. Tirmidzi). Jadi mari berencana, mari lakukan segalanya semaksimal mungkin, setelah itu, berdoalah!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar