19 Jun 2012

Jihad Adalah Melawan Hawa Nafsu.

Masalah yang berkaitan dengan hal Ini sangat tersebar luas di masyarakat, sehingga masyarakatpun banyak yang pemahamannya terjebak ke arah tersebut. Padahal pemahaman tersebut jelas salah!!
Ada satu hal yang harus kita perhatikan betul, yaitu jihad melawan hawa nafsu bukanlah jihad yang terbesar, sebagaimana yang di klaim oleh kaum “ Tasawwuf ” dan orang-orang “yang mengaku berilmu” yang mengajak dan menarik manusia kepada keyakinan tersebut, padahal tujuan utama mereka adalah untuk memalingkan manusia  dari berjihad sehingga enggan dan tidak mau berjihad.
 
 

Adapun yang menjadi rujukan mereka mengenai hal ini, yaitu yang mereka yakini  sebagai sebuah shdits yang berbunyi,  : ”Kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad kbar….”,  merupakan hadits dho’if dan tidak benar.

Al-Baihaqi, Al-Iroqi, As-Suyuthi, Albani serta ulama-ulama lainnya menilai hadits ini adalah dho’if.

Amirul Mukminin Fil Hadits, Al Hafidz Ibnu Hajar mengatakan di dalam kitab Tasdiidul Qous, bahwa hadits tersebut masyhur dibicarakan, padahal itu bukanlah hadits. Yang benar adalah kata-kata dan ucapan Ibrahim Bin ‘Ablah, seorang Tabi’ut Tabi’in (generasi ke tiga dalam islam setelah generasi Shahabat, Tabi’in Baru kemudian Tabi’ut Tabi’in).

Bukti yang paling nyata dan jelas yang menunjukkan bahwa hadits ini tidak benar adalah bahwa yang mengucapkan (seandainya itu hadits) adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang selalu mereka nisbatkan hadits ini kepada beliau, sama sekali tidak duduk berpangku tangan dan berleha-leha dari berperang. Selama tinggal di Madinah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berperang sebanyak 27 kali, dengan keterangan sebagai berikut, :


عَنْ أَبِي إِسْحَا قَ قَالَ سَأَلْتُ زَيْدَابْنَ أَرْقَمَ كَمْ غَزَوْتَ مَعَ رَسُوْ لِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , قَالَ سَبْعَ عَشْرَةَ وَقَالَ: حَدَّثَنِي زَيْدُبْنُ أَرْقَمَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ غَزَا تِسْعَ عَشْرَةَ وَ أَنَّهُ حَجَّ بَعْدَ مَا هَاجَرَ حَجَّةً وَاحِدَةً حَجَّةَ الْوَدَاعِ

"Dari Abu Ishak, Ia berkata, : "Aku bertanya kepada Zaid bin Arqam, : “berapa kali engkau ikut perang bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ?"  Zaid menjawab, :  “tujuh belas kali. Selanjutnya Zaid bin Arqam bercerita kepadaku bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  telah berperang sebanyak sembilan belas kali dan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menunaikan satu kali Haji setelah Hijrah, yaitu Haji Wada’. 


عَنْ سَلَمَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : غَزَوْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ سَبْعَ غَزَوَاتٍ وَخَرَجْتُ فِيْمَا يَبْعَثُ مِنَ الْبُعُوْثِ تِسْعَ غَزَوَاتٍ مَرَّةً عَلَيْنَا أَبُوْ بَكْرٍ وَمَرَّ ةً عَلَيْنَا أُسَامَةُ ابْنُ زَيْدٍ

“Dari Salamah, Ia berkata, : "Aku pernah ikut berperang bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sebanyak tujuh kali, serta pernah ikut serta dalam pasukan perang yang diutus Beliau sembilan kali. Terkadang kami dipimpin oleh Abu Bakar dan terkadang juga dipimpin oleh Usamah bin Zaid”.

1. Ghozwah, yaitu perang yang dipimpin langsung oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  sebanyak sembilan belas kali.

2. Sariyah, yaitu pasukan yang diperintah langsung oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, tetapi Beliau tidak ikut dalam pasukan tersebut sebanyak delapan kali.

Itulah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Beliau selama 10 tahun hidup di Madinah berperang secara langsung di kancah peperangan, yang terkenal diantaranya adalah : Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandak, Perang Bani Quroizhoh, Perang Khaibar, Perang Hunain, Perang Tabuk dan lainnya. Demikian juga dengan para Shahabat yang juga merupakan murid-murid dan sekaligus pengikut beliau yang paling setia, mereka terdidik dengan jihad yang sambung menyambung yang tidak putus sampai mereka semua bertemu dengan Rabb-nya. Hidup mereka selalu berada di kancah peperangan dan hidup mereka selalu berada diujung kematian dan bayangan pedang. Mereka tidak pernah lengah, istirahat apalagi berhenti dari urusan Jihad (Perang).

Bahkan dalam Hadits tersebut di atas menyatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi  Wa Sallam selama tinggal dan bermukim di Madinah, Beliau hanya melakukan ibadah Haji sekali saja, yaitu Haji Wada’. Justru beliau melaksanakan Jihad dan peperangan secara langsung yang beliau terjuni sebanyak 19 (sembilan belas) kali.

Seandainya yang mereka katakan benar tentang Jihad dalam artian berperang melawan orang-orang kafir merupakan Jihad kecil, tentu mereka yang mengaku sebagai orang-orang yang berilmu tersebut akan mencontoh apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Pasti mereka akan memulai latihan dengan menanggung hal yang mereka anggap kecil-kecil dulu, baru kemudan hal yang besar, lalu yang lebih besar lagi. Sehingga meningkat dari yang terendah sampai yang tertinggi.

Jadi, mulailah dari hal yang dianggap kecil tadi, baru yang besar !!

Memang, para Ulama pun tetap mengakui bahwa melawan hawa nafsu masih merupakan Jihad, tapi bukan berarti kita meninggalkan Jihad dalam arti yang sesungguhnya.

Memerangi hawa nafsu memang sangat penting, tapi lebih penting lagi memerangi orang kafir yang memerangi Islam. Jangan sampai kita terlena oleh hal-hal yang sifatnya untuk kepentingan pribadi, mengabaikan kepentingan ummat.

Kalau kita sibuk memerangi hawa nafsu, hanya berdiam diri di rumah atau di masjid atau di majlis-majlis ilmu dan dzikir, lalu siapa yang akan memerangi orang-orang kafir yang menghancurkan Islam. Jika Islam hancur, lalu siapa yang salah???

Hadits dho’if tadi juga menyelisihi Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:


لا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا

“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar”  (QS. An-Nisa ayat  95)

Menyebut perang melawan orang kafir sebagai jihad kecil merupakan suatu pernyataan yang tidak ada satupun dalil yang mendukungnya, baik dalil dari Al-Qur’an ataupun As-Sunnah. Jadi pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang bathil, mengada-ada dan hanya merupakan alasan orang-orang yang tidak mau berjihad. Itu hanyalah alasan orang-orang yang takut terhadap kematian dan lebih mementingkan urusan dunia dibanding dengan urusan Dien Ini. Mereka lebih mencintai kenikmatan dunia dibandiing janji Allah tentang kenikmatan Jannah.


Walaupun Mereka Beralasan Dengan Berjuta Argumentasi Untuk Mendukung Pembenaran Ucapan Mereka, Pada Intinya Adalah Mereka Lebih Mencintai Kenikmatan Dan Kehidupan Dunia Dibandieng Dengan Kehidupan Dan Kenikmatan Akhirat, Sebagaimana Yang Diungkapkan Oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  :
وَعَنْ ثَوْبَانَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : «يُوْشِكُ اْلأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى اْلأَكَلَةُ إِلىَ قَصْعَتِهَا»، فَقَالَ قَائِلٌ: وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: «بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيْرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللهُ مِنْ صُدُوْرِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللهُ فِيْ قُلُوْبِكُمُ اْلوَهْنَ»، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا اْلوَهْنُ؟ قَالَ: «حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَا هِيَةُ الْمَوْتِ» أَخْرَجَهُ أَبُوْ دَاوُدَ.
وَفِيْ رِوَايَةٍ لِأَحْمَدَ: «حُبُّكُمُ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَتُكُمُ الْقِتَالَ

“Dan dari Tsauban berkata, : Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, :  “Sebentar lagi bangsa-bangsa akan mengeroyok kalian sebagaimana orang–orang makan mengelilingi nampannya”. Ada seseorang bertanya,  : “apakah karena sedikitnya jumlah kami ketika itu?”   Beliau bersabda,: “bahkan ketika itu kalian banyak, akan tetapi kalian seperti buih lautan. Sungguh Allah akan mencabut rasa takut dari dada musuh-musuh kalian terhadap kalian dan Allah benar-benar akan mencampakkan sifat wahn di dalam hati-hati kalian”. Ada seseorang bertanya, :  “Wahai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, apakah wahn tu?” Beliau bersabda,  :  “cinta dunia dan benci mati”. ( dikeluarkan Abu Dawud ).

Dalam riwayat Ahmad, :  “…Kecintaan kalian kepada dunia, dan ketidak sukaan kalian kepada perang”.


Hal ini pulalah yang difahami oleh Abu Bakar As-Shiddiq yang merupakan Shahabat yang paling utama, sehingga ketika beliau diangkat sebagai khalifah, beliau mengucapkan kalimat seperti yang tercantum di bawah ini  :
وَبَعْدَ أَنْ بَايَعَ اْلمُسْلِمُوْنَ أَبَا بَكْرٍ الصِّدِّيْقِ بِاْلخِلاَفَةِ تَكَلَّمَ أَبُوْ بَكْرٍ فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ بِالَّذِيْ هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ قَالَ: أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنِّي قَدْ وُلِّيْتُ عَلَيْكُمْ وَلَسْتُ بِخَيْرِكُمْ فَإِنْ أَحْسَنْتُ فَأَعِيْنُوْنِيْ، وَإِنْ أَسَأْتُ فَقَوِّمُوْنِيْ، اَلصِّدْقُ أَمَانَةٌ وَاْلكَذِبُ خِيَانَةٌ، وَالضَّعِيْفُ فِيْكُمْ قَوِيٌّ عِنْدِيْ حَتَّى أُرْجِعَ عَلَيْهِ حَقَّهُ إِنْ شَاءَ اللهُ، وَاْلقَوِيُّ فِيْكُمْ ضَعِيْفٌ حَتَّى آخُذَ اْلحَقَّ مِنْهُ إِنْ شَاءَ اللهُ، لاَ يَدَعُ قَوْمٌ اْلجِهَادَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ خَذَلَهُمُ اللهُ بِالذُّلِّ، وَلاَ تَشِيْعُ اْلفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ إِلاَّ عَمَّهُمُ اللهُ بِاْلبَلاَءِ، أَطِيْعُوْنِيْ مَا أَطَعْتُ اللهَ وَرَسُوْلَهُ، فَإِذَا عَصَيْتُ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَلاَ طَاعَةَ لِيْ عَلَيْكُمْ» رَوَاهُ ابْنُ إِسْحَاقَ، قَالَ ابْنُ كَثِيْرٍ: وَهَذَا إِسْنَادٌ صَحِيْحٌ

“Dan setelah kaum muslimin mengambil sumpah (baiat) dari Abû Bakar Ash-Shiddiq untuk menjabat sebagai khalifah, Abû Bakar berpidato. Maka ia memuji Allah dan menyanjung-Nya sesuai yang pantas bagi-Nya, setelah itu ia berkata,:

“Amma ba‘du…wahai ummat manusia,  aku telah diangkat sebagai pemimpin kalian padahal aku bukanlah yang terbaik di antara kalian.  Jika aku berbuat baik, bantulah aku.  Jika aku berbuat buruk,  luruskanlah aku.  Kejujuran adalah amanah. Dusta adalah pengkhianatan.  Orang lemah di antara kalian adalah kuat bagiku sampai aku kembalikan hak yang menjadi miliknya,  Insyâ Allah.  Orang kuat di antara kalian adalah lemah bagiku,  Sampai aku mengambil hak yang harus ia tunaikan,  Insya Allah. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah melainkan Allah akan mentelantarkan mereka dengan kehinaan.  Dan tidaklah perbuatan seronok merajalela pada suatu kaum melainkan Allah akan meratakan musibah kepada mereka.  Taatilah aku selama aku mentaati Allah dan Rasul-Nya,  Jika aku bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya maka tidak ada kewajiban taat bagi kalian kepadaku. ” (Diriwayatkan oleh Abu Ishaq, Ibnu Katsir berkata, : " Ini Isnad-nya Shohih").

Itulah ucapan Abu Bakar As-Shiddiq.  Beliau menyatakan bahwa apabila suatu kaum meninggalkan Jihad, maka Allah akan menelantarkan mereka dengan kehinaan. Ini merupakan penjelasan dari hadits,  :

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ ا لله ُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ: «إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِاْلعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ اْلبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ اْلجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَيَنْزِعُهُ عَنْكُمْ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى دِيْنِكُمْ» أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَأَبُوْ دَاوُدَ

“Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu 'Anhu berkata, : " Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  bersabda, :  “ Jika kalian berjual beli dengan sistem ‘Inah (sejenis riba, pen.), kalian memegang ekor-ekor sapi, kalian senang dengan cocok tanam, kemudian kalian meninggalkan jihad,  Allah akan timpakan kehinaan kepada kalian yang kehinaan itu tidak akan dia cabut dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian. ”  (dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi)

Jadi intinya orang yang tidak mau dan enggan berjihad dengan alasan apapun juga, hal itu disebabkan karena kecintaan mereka terhadap dunia dan kebencian mereka terhadap akhirat.

Ini merupakan ciri dan sifat dari orang yang tidak beriman kepada Allah dan juga tidak beriman kepada hari akhirat. Padahal hal ini merupakan bagian dari rukun Iman. Apabila rukun Iman yang enam ada dalam dirinya secara utuh, maka dia disebut sebagai orang yang beriman. Tapi apabila hilang satu saja dari dirinya atau bahkan lebih dari satu, maka telah hilang keimanan dari dirinya dan dia tidak berhak disebut sebagai orang yang beriman.

Lagi pula, orang yang berjihad melawan hawa nafsunya dengan sungguh-sungguh sampai berhasil menaklukkannya, pasti akan bersegera untuk melaksanakan perintah Allah ‘Azza Wa Jalla untuk segera memerangi orang-orang kafir. Sedangkan orang yang tidak mau ikut memerangi orang-orang kafir, pada dasarnya mereka bukanlah orang yang berjihad melawan hawa nafsu dalam rangka melaksanakan perintah Allah. Mereka hanya mencari-cari alasan dan berkilah.

Maka jelaslah, barangsiapa berdalih dengan alasan bahwa Jihad terbesar adalah memerangi hawa nafsu untuk membenarkan sikap berpangku tangan mereka dari memerangi orang-orang kafir, merupakan kilah syetan yang ujung-ujungnya akan memalingkan kaum Muslimin untuk tidak berjihad melawan musuh-musuh mereka dari kalangan orang-orang kafir dan musyrik.

Pada dasarnya mereka adalah orang-orang yang apabila urusan dunia mereka diusik, mereka akan bangkit dengan segera, tetapi apabila mereka melihat agama ini hancur akibat serangan orang-orang kafir, hati dan badan mereka samasekali tidak akan tergerak untuk membela agama. Mereka pada hakikatnya adalah orang-orang yang dayus, yaitu orang yang sudah tidak mempunyai lagi ghirah (rasa cemburu) terhadap Dien ini.

Ummat telah ditimpa penyakit  "orang-orang menyimpang"  yang telah dikunci mati hatinya. Mereka mengatakan ---baik dengan lisan maupun sikap--- perkataan keji, menyesatkan dan bertolak belakang dengan kedua wahyu maupun fitrah yang sehat. Mereka mengatakan ; tidak ada jihad…yang ada hanyalah dakwah. Mereka menihilkan kewajiban jihad dengan alasan-alasan sepele dan permainan logika;  yang sebenarnya sama sekali tidak berdasar akal yang sehat (logis)! mereka membutakan diri dari dalil-dalil syariat. Mereka menyelewengkan makna dalil-dalil syariat, supaya sesuai dengan hawa nafsu mereka yang membuang jihad dari kamus rasio mereka. Mereka menyelewengkan istilah jihad, maka muncul istilah jihad pena, jihad dakwah dan jihad dialog, bahkan istilah jihad budaya yang tidak dikenal dalam istilah para pendahulu ummat ini.

Istilah-istilah ini benar, seandainya diletakkan pada tempatnya. Sayang, semuanya  digunakan untuk membuang  " Perang ".  Mereka tidak mempunyai hujah yang jelas. Pendapat mereka gugur,  bertabrakan dengan nash-nash yang sharih (tegas), fitrah yang lurus dan akal sehat.  Ada lagi kelompok ganjil lainnya,  mereka membuat teori-teori jihad, padahal mereka sendiri tidak berjihad (qa'idun).

Mereka mengklasifikasikan jihad dan mujahidien, sementara mereka dalam buaian istri-istri mereka.  Mereka berada diatas kasur dan sofa yang empuk. Mereka berkata,  ; “tidak ada jihad hari ini, ummat Islam lemah, ummat Islam dalam kondisi dhu’afa.  Kondisi ummat sama persis dengan fase Makkah, maka wajib menahan diri,mencukupkan diri dengan sabar dan dakwah. Jihad membuat hasil-hasil dakwah kita selama belasan tahun sirna begitu saja. Maslahat menuntut kita menunda jihad. Seluruh argumentasi mereka tegak di atas dasar logika semata, tidak mampu bertahan bila dihadapkan dengan nash-nash yang sharih dan fitrah yang lurus.

Nabi Shallallahu  'Alaihi Wa Sallam memberitahu kita, akan adanya sekelompok ummat Islam yang senantiasa menang dan berjihad di jalan Allah.  Beliau memberitahu kita, bahwa jihad akan senantiasa berlangsung sampai hari kiamat. Beliau memberitahu kita, bahwa kelemahan dan kehinaan yang menimpa kita saat Ini.adalah disebabkan karena meninggalkan jihad,  mencintai dunia dan takut mati. Bagaimana kita mengharapkan ‘Izzah dan kekuatan dengan meninggalkan jihad ?
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ: «إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِاْلعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ اْلبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ اْلجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَيَنْزِعُهُ عَنْكُمْ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى دِيْنِكُمْ» أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَأَبُوْ دَاوُدَ

“Dari Ibnu ‘Umar h berkata, : "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, : “Jika kalian berjual beli dengan sistem ‘Inah (sejenis riba, pen.), kalian memegang ekor-ekor sapi, kalian senang dengan cocok tanam, kemudian kalian meninggalkan jihad, Allah akan timpakan kehinaan kepada kalian yang kehinaan itu tidak akan dia cabut dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian.”  (dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi)

Fase Makkah yang selalu mereka suarakan di telinga kita ini,  benarkah menimpa keseluruhan ummat Islam ???

Bukankah beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menyatakan akan adanya sekelompok ummat Islam yang senantiasa berjihad di jalan Allah dan meraih kemenangan.

لاَ تَزَالُ طَائِفَةّ مِنْ أُمَتِي يُقَاتِلُوْنَ عَلَى الْحَقِ ظَاهِرِيْنَ إِلَى يَوْمِ اْلِقيَامَةِ

“Akan senantiasa ada satu kelompok dari ummatku yang berperang di atas kebenaran mereka senantiasa dzohir sampai hari kiamat ”

Perhatikan sabda Beliau, :  "Berperang",  yang merupakan penegasan dari beliau, bahwa sesungguhnya akan ada ummat beliau yang berperang sampai hari kiamat untuk membela kebenaran (Islam).

Dari Yazid bin al-Asham Ia berkata,  : "Saya mendengar Mu'awiyah bin Abi Sufyan menyebutkan sebuah hadits yang ia dengar dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, yang belum saya dengar. Ia mendengar Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dari atas mimbar bersabda,  :  "Barang siapa yang Allah kehendaki pada dirinya kebaikan, Allah akan menjadikannya paham agama. Dan akan senantiasa ada sekelompok ummat Islam yang berperang di atas kebenaran.  Mereka meraih kemenangan atas orang-orang yang memusuhi mereka, sampai hari kiamat. "

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, :

لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي قَا ئِمَةً بِأَمْرِاللهِ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ اَوْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْ تِيَ أَمْرُاللهِ وَهُمْ ظَاهِرُوْنَ عَلَى النَّاسِ

"Akan senantiasa ada sekelompok ummatku yang menegakkan perintah Allah. Tidak membahayakan mereka orang-orang yang mencela atau menyelisihinya sampai datang keputusan Allah dan mereka tetap nampak diatas ummat ini. " ( Hadits Riwayat. Muslim)

Perhatikan,  nash yang menunjukkan  "perang".  bahkan,  ditambahkan; orang-orang yang menyelisihi tidak akan mampu membahayakan kelompok yang berperang tersebut.  Seluruh hadits di atas,diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya.
 
 

Bukankah orang yang berperang, berhak menganggap dirinya termasuk dalam kelompok yang berperang dan tidak termasuk dalam kategori fase Makkah ? kenapa dari fase Makkah, hanya diambil hukum  "menahan diri tidak berperang" semata, sementara hukum-hukum lain semisal;  tidak beramar ma'ruf nahi munkar,  sholat dua raka'at, tidak shaum, tidak zakat, dan hukum-hukum lain yang sangat terkenal ; tidak diambil ?  kenapa tidak adanya hukum hudud, halalnya khamr, dan hukum-hukum lainnya tidak diambil ? jika menurut mereka hukum syariat telah sempurna…kenapa jihad dikeluarkan (dikecualikan) dari kesempurnaan syariat ?

عَنْ سَلَمَةَ بْنِ نُفَيْلٍ اَلْكِنْدِي قَا لَ : كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ فَقَالَ رَجُلٌ : يَا رَسُوْلَ اللهِ, أَذَالَ النَّاسُ الْخَيْلَ وَوَضَعُوالسِّلاَحَ, وَقَالُوْ: لاَ جِهَادَ, قَدْ وَضَعَتِ الْحَرْبُ اَوْزَارَهَا! فَأَقْبَلَ رَسُوْلُ اللهِ بِوَجْهِهِ وَقَالَ كَذَّبُوْا ! ألآنَ! ألآ نَ! جَاءَ لْقِتَالُ.وَلاَ يَزَالُ مِنْ اُمَّتِي أُمَّةٌ يُقَاتِلُوْنَ عَلَى الْحَقِّ وَيُزِيْغُ اللهُ لَهُمْ قُلُوْبَ أَقْوَامِ وَيَرْزُقُهُمْ مِنْهُمْ حَتَّى تَقُوْمَ السَّاعَةُ وَحَتَّى يَأْ تِيَ وَعْدُاللهِ. وَلْخَيْلُ مَعْقُوْدَ ةٌ فِي نَوَاصِيْهَا الْخَيْرُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Dari Salamah bin Nufail Al- Kindi ia berkata, :  “ Saya duduk di sisi Nabi, maka seorang laki-laki berkata, :  “Ya Rasulullah, manusia telah meninggalkan kuda perang dan meletakkan senjata, mereka mengatakan,  :  “tidak  ada jihad lagi, perang telah selesai”. maka Rasulullah menghadapkan wajahnya dan berkata, :  “mereka berdusta..!!!, sekarang!,  sekarang!, perang telah tiba. Akan senantisa ada dari ummatku, ummat (golongan) yang berperang di  atas kebenaran. Allah menyesatkan hati-hati sebagian manusia dan memberi rizki ummat tersebut  dari hamba-hambanya yang tersesat (ghonimah). Begitulah sampai datangnya hari kiamat dan sampai datangnya janji  Allah. dan pada ubun-ubun kuda akan senantiasa tertambat kebaikan sampai hari kiamat ”. (Hadits Riwayat.  Nasa-I,  Shohih Sunan Nasa-I 3333,  Silsilah Al-Hadits  Shohihah No. 1991)

Lihat dan perhatikan hadits di atas.  Dalam hadits tersebut jelas sekali, bahwa ketika ada seorang laki-laki yang mengatakan, : “Ya Rasulullah, manusia telah meninggalkan kuda perang dan meletakkan senjata, mereka mengatakan , :  “tidak ada jihad lagi, perang telah selesai”. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  sangat marah, dan mengatakan bahwa mereka adalah pendusta!, jadi orang yang mengatakan tidak ada jihad, kemudian mereka meninggalkan kuda perang dan meletakkan senjata, Rasul menyebut  mereka sebagai pendusta.

Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  menyatakan  bahwa sekarang!, sekarang!,  perang telah tiba. Itulah pernyataan  Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Barangsiapa  menyelisihi ucapan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, apakah dia pantas mengaku sebagai ummat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ?

Rasulullah Shallallahu 'Alahi Wa Sallam bersabda, : "Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di TanganNya, aku sangat ingin berperang di jalan Allah dan terbunuh, kemudian berperang lagi dan terbunuh, kemudian berperang lagi dan terbunuh." (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).

Syaikh Abdul Akhir Hammad berkata, :  “memang jihad dalam islam mencakup jihad melawan syetan, hawa nafsu dan godaan dunia. Akan tetapi yang paling tinggi adalah memerangi musuh-musuh Allah dengan pedang dan tombak. Dan inilah puncak ketinggian Islam, dan Ini pula lah yang dimaksud dengan jihad kalau diungkapkan secara mutlak (berdiri sendiri).”

Jadi, segala bentuk jihad, baik jihad melawan hawa nafsu, syetan  atau godaan dunia disyari’atkan dalam Islam, bahkan segala bentuk jerih payah dalam rangka beribadah kepada Allah adalah bagian dari jihad, namun bukan yang dimaksud pada ayat-ayat dan hadits-hadits yang menerangkan jihad secara mutlak, baik hukum-hukum yang berlaku padanya maupun keutamaan-keutamaannya.

Tidak ada komentar:

 
Sumber : http://riskimaulana.blogspot.com/2011/12/tips-cara-supaya-artikel-blog-tidak.html#ixzz2E8tlcOjK