17 Mei 2013

Kapitalis adalah Teroris yang Sebenarnya

Sistem perekonomian kapitalis atau produk baru para penjajah yang dilegalkan dan dipergunakan saat ini, sangat memberatkan masyarakat kecil. Terlihat dari tujuan instrument keuangan pemerintah yang tidak pernah bermuara pada rakyat kecil.
Pengumpulan dana melalui SUN, SBI, Royalty tambang, maupun yang diambil dari masyarakat secara langsung melalui pajak, obligasi, reksadana, asuransi bahkan melalui tabungan, giro, atau deposito mereka sendiri tidak pernah ditujukan kepada masyarakat kecil. Jadi meskipun masyarakat kecil menjadi penyumbang dana terbesar, mulai dari hasil kerja mereka untuk menghasilkan laba diperusahaan, gaji, bahkan tabungan mereka sendiri, kaum kapitalis tetap memposisikan mereka sebagai “sapi perah”-an.


Mengapa saya sebut demikian, karena semua yang dihasilkan dan dititipkan masyarakat tidak pernah dikembalikan lagi kemereka, misalnya dalam bentuk kredit mikro berbunga rendah. Ilustrasinya sebagai berikut : dari penghasilan bersih, masyarakat harus mengeluarkan pajak 5-20%,  semua produk yang dikonsumsi dikenai PPN 10 - 20%, jika masyarakat mengambil kredit, baik KPR atau dana segar, bunga yang diberikan mulai dari 16-50% bahkan ada yang mencapai 300% per tahun dengan birokrasi yang berbelit-belit, sedangkan gaji yang mereka titipkan dibank hanya memiliki imbal hasil 2% - 5% per tahun. Belum cukup sampai disana, bagi masyarakat kecil, mulai dari yang penuh kesadaran, pengangguran, PHK dan pensiun, yang kemudian berwiraswasta menjadi supplier industri, dana dengan bunga tinggi tersebut dihisap lagi oleh koorporasi dengan membuat tenor pembayaran antara 1-6 bulan. Alhasil, mereka dipaksa bermain kesektor retail, tetapi satu-satunya harapan juga di lahap si kapitalis dengan mendirikan pasar modern seperti Care****, Gia** atau dengan pola kemitraan seperti Al** Mart dan In** Mart. Padahal, diwilayah perbatasan yang sepi penduduk dan atau yang penuh tambang, berbagai hambatan seperti luas wilayah dan minimnya infrastruktur termasuk transportasi, sector retail sangat sulit di gapai, sedangkan emas, timah, kayu, dll terus dikeruk. Hal ini tentu saja menimbulkan kecemburuan social yang parah dan terlihat dari gerakan-gerakan untuk melepaskan diri dari NKRI, seperti GAM, dan OPM.


Sebaliknya, koorporasi terus menerus meneguk keuntungan berlapis-lapis. Ilustrasinya, jika mereka menempatkan dananya dalam bentuk obligasi, reksa dana, deposito, SUN dan SBI yang diperoleh dari laba kotor perusahaan (termasuk gaji pegawai, pph pegawai, ppn, cukai, royalty, dividen) justru diberikan imbal hasil / bunga yang tinggi 9-11%, hadiah jaguar, rumah mewah, dll. Sedangkan bila mereka memperoleh kredit, para bank-bank besar juga memanjakan mereka dengan bunga rendah 6-15% dan hadiah-hadiah seperti mobil, rumah, dll. Belum cukup sampai disana, para kapitalis tahu betul bahwa investasi jangka panjang seperti jalan, bandara, pelabuhan dan lain-lain, memerlukan waktu pinjaman yang cukup panjang pula. Sehingga secara otomatis, ketergantungan atas hutang jangka panjang, untuk menutup deficit APBN atas investasi tersebut tidak terelakkan. Disisi lain, prilaku pejabat pemerintah dan koorporasi bukannya meringankan beban masyarakat, malah memperkeruh suasana dengan melakukan korupsi melalui berbagai cara. Diantaranya adalah membuat proyek fiktif, duplikasi proyek, sogok-menyogok, menerbitkan reksadana fiktif (bank century > 1 triliun), commercial paper fiktif, atau menempatkan uang kas daerah kedalam deposito, SBI dan instrument keuangan lain dengan salah satu dalihnya, “pembayaran ke supplier masih belum jatuh tempo”.


Itulah sebabnya mengapa kita sulit keluar dari penjajahan dan selamanya menjadi Negara “Terbelakang” yang dihuni oleh para “Kanibal”. Para “kanibal” kerah putih ini  memakai tenaga “Sapi”-nya untuk membajak sawahnya (industry), memerah “Susu”-nya melalui pajak, dan memakan “Daging”-nya melalui bunga dan  dilegalkan melalui bentuk undang-undang.
Jadi “Rakyat” yang manakah yang dimaksud selama ini? karena sistem ekonomi kapitalis yang secara terang-terangan telah membunuh jutaan jiwa secara perlahan tidak pernah diperangi. Mungkinkah bank syariah jawabannya? menurut saya, tidak.

Sumber: http://umum.kompasiana.com/2009/09/04/kapitalis-adalah-teroris-yang-sebenarnya-11109.html

Tidak ada komentar:

 
Sumber : http://riskimaulana.blogspot.com/2011/12/tips-cara-supaya-artikel-blog-tidak.html#ixzz2E8tlcOjK