2 Apr 2013

Move On Dari Titik NOL !



move on dari nol 

Sobat, apakah kalian pernah mengalami dimana kalian merasa tertekan dan terpojok dalam sebuah kondisi tertentu? Yah, Terkadang hidup ini selalu menemukan jalan lain dalam memulai sebuah kehidupan yang lebih baik.
Tak jarang kita mengalami masa-masa suram dan tak berdaya karena kegagalan dalam sebuah pekerjaan. Sobat mover, kali ini kami akan memberikan sedikit Tips-tips yang bisa membuat sobat lebih bisa move on lagi dalam menghadapi segala masalah.

Sobat, memang ada saatnya nasib baik tak bersahabat dengan kita. Ini saatnya Anda mengelola emosi, modal untuk bangkit dari titik nol.



Hampir semua orang memiliki impian yang menjadi pemicu semangat, hidup lancar tanpa masalah, rumah tangga harmonis, kebebasan finansial, karier di puncak, atau bisnis berkembang. Namun manusia hanya bisa berencana. Perhitungan adakalanya meleset jauh dari harapan. Kegagalan, apapun bentuknya, tentu mengecewakan. Namun kesanggupan untuk bangkit menjadi penentu keberhasilan. Masalahnya seberapa siap seseorang mengelola emosi untuk kembali bangkit dan meraih kesempatan berikutnya.


SAAT MERASA TAK BERHARGA
Jajak pendapat yang dilakukan GH Indonesia terhadap 100 orang (dengan berbagai latar belakang pendidikan dan pekerjaan) menunjukkan: 38% responden membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk bisa mendapatkan semangat kembali. Bahkan ada yang memerlukan waktu hingga hitungan tahun. Sedih, marah, kecewa dan stres tidak bisa terhindarkan saat mengalami kegagalan. Seperti saat kita sedang mengalami kebangkrutan dalam usaha yang kita jalankan. Terlebih selain modal yang tertanamkan di bisnis tersebut cukup besar bisa juga kita dikhianati oleh partner bisnis yang telah di percaya.
Kehilangan sejumlah uang dalam jumlah besar memang menyesakkan, tapi terbelit utang ratusan juat juga memusingkan. Terlebih lagi jika di saat hampir bersamaan, kasus dalam rumah tangga juga sedang bergejolak.
Bagaimana jika mengalami kegagalan karena sebab yang tidak diketahui? Tetap saja menyisakan rasa resah. Misalnya saja saat gagal mencapai target karier yang diimpikan, dan justru mengalami mutasi pekerjaan. Pasti akan butuh waktu cukup lama untuk memikirkan dan ‘menerima’ hal di luar perhitungannya itu.
Menurut Rustika Thamrin, S.Psi, psikolog keluarga dari Brawijaya Women and Children Hospital sekaligus Director of School of Empathy Indonesia mengungkapkan sejauh mana seseorang bisa menghadapi stres dalam menghadapi masalah karena kegagalan tergantung dari faktor diri dan lingkungan saat seseorang dibesarkan. “Seseorang yang dibesarkan di lingkungan yang mengutamakan kesempurnaan bisa jadi saat gagal merasa dirinya tidak berharga. Bagi orang tersebut, kegagalan identik dengan dosa besar,” ujar psikolog yang biasa dipanggil Tika ini. Seberapa lama kondisi itu berlangsung? Tika mengatakan tergantung yang bersangkutan. Ada yang singkat karena ingin segera maju.
Tetapi ada juga yang butuh waktu lama untuk melepaskan emosi. Saat terpuruk seseorang merasa dirinya dipandang sebelah mata. Stres bisa bertambah saat lingkungan sekitar bereaksi dengan cara yang salah. Seperti ingin menunjukkan empati tapi ujungnya malah mengganggu. “Di saat itulah orang harus bisa membaca situasi. Banyak orang berniat untuk empati tapi justru malah menggganggu. Contohnya banyak bertanya untuk menunjukkan kepedulian, tapi itu justru membuat orang semakin sedih,” ungkap Tika.


DUKUNGAN ORANG TERDEKAT, PENTING!
Pelepasan emosi memang diperlukan. Namun Tika mengingatkan untuk bisa mengekspresikan emosi sesuai dengan cara dan waktu yang wajar dan bisa diterima oleh orang lain. Saat mengalami keterpurukan orang terdekat yang biasanya menjadi tempat berkeluh-kesah. Orangtua, pasangan dan sahabat menjadi pilihan untuk berkeluh kesah.
Sebanyak 39% responden menyatakan dukungan pasangan menjadi kekuatan untuk bertahan menghadapi masalah. Orangtua dan sahabat juga berperan sama. Meski demikian tidak jarang saat mengalami kegagalan ada juga yang sukar berterus terang pada orangtua karena takut menyusahkan.
Mungkin Anda tak mau bercerita karena tak mau menyusahkan orangtua, tapi banyak orangtua yang justru senang karena merasa dibutuhkan,” ujar Tika. Support orangtua tidak akan hilang.


BANGKIT LAGI
Kelalain memperhitungkan strategi jadi sumber masalah. Dan bisa jadi kegagalan memberi banyak pelajaran. Sobat mover, sebenarnya banyak hal yang bisa diambil jadi pelajaran seperti perlunya kemampuan untuk mengelola emosi lebih baik lagi. Namun, kehati-hatian jadi perhatian utama. Apalagi dalam membangun kepercayaan terhadap seseorang.

Mengenali masalah adalah langkah awal yang baik untuk memperbaiki kesalahan sebelum bangkit kembali. Sebanyak 95% responden percaya akan adanya kesempatan kedua, namun 73% responden mengakui kesempatan tersebut belum menghampiri mereka. Sama halnya untuk bangkit dari keterpurukan, untuk berhasil meraih kesempatan kedua pun diperlukan andil dari diri sendiri. Mengenali sumber masalah adalah langkah awal yang baik. Selanjutnya adalah kesadaran memperbaiki diri. “Nasihat atau saran secanggih apapun jika yang bersangkutan tidak bergerak akan percuma, karena hanya kita sendirilah yang bisa menolong diri sendiri,” kata Tika.
Bangkit dari masalah bisa lebih mudah jika tidak sampai mengalami trauma. Sebanyak 10% responden menyadari jika trauma menghalangi mereka untuk mendapat kesempatan kedua. “Orang yang trauma membutuhkan bantuan lebih, karena setelah mengubah paradigma, ia memerlukan dorongan untuk melakukan tindakan,” ujar Tika. Dan ini biasanya datang dari ahli seperti psikolog. Kendati tidak trauma, stres yang dialami tetap mengganggu dan harus diselesaikan.
Menurut Tika momentum untuk bangkit justru terjadi saat manusia ada di titik paling rendah. Menurutnya, Anthony Robbins, seorang life coach, pernah mengungkapkan bahwa orang yang terpuruk ibarat pegas yang sudah terinjak dan siap melontar kembali ke atas. Kesempatan kedua memang bisa dalam bentuk impian yang sama ataupun berbeda. “Pada prinsipnya kita tak boleh berhenti mencoba, tapi kita juga harus memiliki ilmu, meningkatkan skill, dan juga memiliki alternatif dalam hidup,” kata Tika. Jalan orang memang berbeda-beda.


Nah sobat, dari artikel diatas kita bisa menyelipkan sebuah kata mutiara yang berbunyi seperti ini:  

“Untuk sampai di titik A ada yang tinggal lurus ada yang harus berkelok-kelok dulu. Mungkin juga ada yang tidak pernah sampai ke titik A tetapi menemukan titik B yang ternyata lebih baik baginya”.

Tidak ada komentar:

 
Sumber : http://riskimaulana.blogspot.com/2011/12/tips-cara-supaya-artikel-blog-tidak.html#ixzz2E8tlcOjK